Minggu, 27 Juni 2021

Ecologynomics for Sustainable Era

 


-----
IPOLEKSOSBUDHANKAM, inilah yang saya ingat dari pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) di zaman sekolah, meski sekarang sudah berganti nama menjadi PPKn, secara prinsip kurang lebih sama. Hal menarik dari ipoleksosbudhankam adalah penempatan huruf "i" di depan, yang merupakan singkatan dari kata "ideologi", dimana kalau di kita ideologi-nya adalah "Pancasila". Saya tidak akan membahas masalah ideologi bergambar burung Garuda ini, tapi lebih ke istilah "Economic Ideology" (Ideologi Ekonomi, disingkat IdEk).
-----
Memang saya membiasakan diri pakai wikipedia dalam hal mencari istilah-istilah bahasa Inggris, dengan alasan, jika kata tersebut ada di wikipedia, berarti umum digunakan. Akan berbeda bila saya searching di google pakai "google schollar" (misal), itu sudah masuk kategori akademisi.
-----
IdEk (bisa dibilang) sebagai ideologi yang melekat pada aktivitas ekonomi sebuah bangsa, saya menyimpan tagar #BandulEkonomi di twitter untuk memahaminya. Tapi kalo dilihat dari sudut pandang global, bahkan sejak #RepublikIndonesia1965, ideologi yang sering pro-kontra di dunia ini hanya ada dua, yaitu "Capitalism" dan "Communism".
-----
Sejak ada pandemi Covid-19, dua ideologi ini makin sering jadi pembahasan, dimana negara Amerika Serikat (AS) dianggap sebagai perwakilan Kapitalis, sedangkan Tiongkok sebagai perwakilan Komunis. Mana yang benar? Di sini nggak ada pembahasan itu, karena saya lebih memilih pendekatan #BukanBenarSalah. Lagipula, pada #BandulEkonomi rasanya sudah dijelaskan, bahwa negara kita (Indonesia) punya ideologi sendiri, Ekonomi Pancasila. Jadi saya simpulkan, kita ini bukan kapitalisme atau komunisme.
-----
Jika dilihat dari sudut pandang global, kecenderungan kita sudah berada di era "sustainable", diterjemahkan di kita menjadi "berkelanjutan", meski sebenarnya saya kurang begitu suka dengan terjemahan dalam bahasa kita (barangkali ada yang lebih keren, atau malah jadikan bahasa Indonesia saja sekalian). Sustainable ini adalah era yang dimulai dari tahun 2015, mengikuti rencana "Global Goals"-nya PBB. Cara berfikir sustainable (kurang-lebih) mengajak kita untuk membiasakan (membudayakan) hidup dengan memikirkan juga masa depan. Sebab planet Bumi ini semakin tua, kita yang tinggal di dalamnya sudah begitu banyak membuat kerusakan sehingga perlu untuk melihat dari kacamata yang berbeda. Kalau saya, menyebutnya dengan istilah kacamata "cosmos", sebab pada dasarnya kita ini hanya sebagian kecil dari semesta.
-----
Sustainable berbeda dengan era Revolusi Industri, dimana pada zaman itu, kecenderungan kita meng-explore Bumi habis-habisan. Bukan menganggap bahwa apa yang terjadi di masa lalu salah, tidak, sebab pada masa itu belum semua bagian Bumi terjamah. Bandingkan dengan zaman sekarang, bisa-lah (dianggap) bahwa nyaris seluruh Bumi sudah dijamah.
-----
Semenjak manusia berhasil pergi ke ruang angkasa, maka cara pandang tentang Bumi pun berubah. Pencarian akan tempat hunian baru di luar planet Bumi semakin getol dilakukan. Karena apa? Ya, balik lagi. Bumi semakin tua. Tapi bukan berarti semua akan dipaksa memikirkan tentang keberadaan planet lain di luar angkasa, toh ada juga lho, yang fokusnya hanya untuk menyelamatkan planet Bumi. Sah-sah saja, kok. Intinya kesadaran bahwa kita perlu menjaga Bumi ini perlahan-lahan mulai mem-budaya, itu yang penting. Di sisi lain ada yang urusannya mencari habitat baru.
-----
Balik lagi ke IdEk, bagi saya, kapitalisme dan komunisme itu sudah basi, alias ketinggalan zaman. Jika kita masih berseteru perihal mana yang lebih baik, kapitalis atau komunis, sama saja dengan kita mundur ke belakang. Ngapain kita mundur ke belakang jika ada pilihan lain terkait IdEk? Oleh karena itu, saya menyebutnya sebagai Ecologynomics. Ideologi ekonomi sejak tahun 2015 hingga seterusnya. Sependapat atau tidak? Balik lagi, ini #BukanBenarSalah.
=====
© Wurry Agus Parluten
https://mobile.twitter.com/justluten/status/1408739217698476034
-----